Pages

Sabtu, 11 September 2021

Anonim

Nulis ini dengan kondisi selimutan dan kekeuh untuk nulis. Ada banyak sekali monolog dalam pikiran saya yang saya rasa harus saya sampaikan jika ingin waras

Hari ini seharusnya menjadi hari pembelajaran untuk persiapan cpns. Sayangnya, kondisi yang tidak fit membuat saya memilih untuk menghabiskan waktu di rumah. Padahal jauh-jauh hari sudah saya siapkan bahkan beberapa tugas minggu ini sengaja saya selesaikan minggu lalu agar bisa fokus untuk belajar di weekend ini.

Akhirnya hari sabtu ini saya habiskan dengan review artikel dan membaca di quora. Ada sebuah tulisan anonim yang saya dapatkan di sana dan relate dengan keadaan saya tahun lalu bahkan mungkin tahun ini. Ingin sekali rasanya menyisipkan kata penyemangat yang saya harap bisa membantunya melewati hari beratnya.

Ingin sekali rasanya berkata bahwa dia tidak sendiri, saya tahu persis rasanya menjadi dia meski apa yang ia alami lebih berat dari saya. Dari tulisan itu, saya tau ia mungkin menangis sejadi-jadinya saat merajut kata demi kata. Tidak ada tempat pelariannya, tidak ada tempat berpulangnya. Ayah Ibunya sudah dipanggil oleh sang Kuasa, lantas dengan siapakah ia dapat berbagi?

Kami mungkin sebaya jika di tengok dari tahun kelulusannya. Saya bisa membayangkan sebingung apa kondisinya saat ini, ia bahkan tidak punya tempat berbagi. Di tengah segala macam gambaran terkait kondisi penulis anon tersebut, anehnya saya tidak mampu menuliskan sepatah dua kata di kolom komentar quoranya. Tidak ada. Saya hanya ingin menangis dan bilang ke dia bahwa kamu bisa melewati ini. Jangan berhenti berdoa meskipun kita tidak tahu kapan doa ini akan berubah menjadi kenyataan.

Menulis ini cukup membuat saya menangis terisak karena sekali lagi tahu bebannya seberat apa. Gak mudah meski saya yakin bahwa ini akan berlalu. Ntah kapan.


Setelah beberapa lama berfikir akhirnya saya memutuskan untuk menulis beberapa kalimat ini yang saya harap dapat membuatnya sedikit tersenyum, semoga saja. Saya ingat, saat berada di fase akun anonim ini, ada tangan yang terulur pada saya. Rasanya melegakan. Tidak ada penghakiman, tidak ada kalimat menyalahkan, tidak ada penekanan. Saya merasa diterima, dibiarkan untuk kembali pada kodrat sebagai manusia yang lemah. Saya dibiarkan menerima dan mengikhlaskan sesuai dengan waktu. 
Tanpa paksaan.

0 komentar:

Posting Komentar